Sesuai dengan Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI No. MA/Sek/07/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mahkamah Agung RI,

Direktorat Jendral Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara mempunyai Tugas Pokok dan Fungsi sebagai berikut :

BAB IV

DIREKTORAT JENDERAL BADAN PERADILAN MILITER DAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Bagian Pertama

Tugas dan Fungsi

Pasal 173

Direktorat Jendral Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai tugas membantu Sekretaris Mahkamah Agung dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan tenaga teknis, pembinaan administrasi peradilan, pranata dan tata laksana perkara dari lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara pada Mahkamah Agung dan pengadilan di lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Pasal 174

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173,

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pembinaan tenaga teknis, pembinaan administrasi peradilan, pranata dan tatalaksana perkara dari lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara pada Mahkamah Agung dan pengadilan di lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan tenaga teknis, pembinaan administrasi peradilan, pranata dan tatalaksana perkara dari lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara pada Mahkamah Agung dan pengadilan di lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur di bidang pembinaan tenaga teknis, pembinaan administrasi peradilan, pranata dan tatalaksana perkara dari lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara pada Mahkamah Agung dan pengadilan di lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
e. Pelaksana administrasi Direktorat Jendera

 

Bagian Kedua
Susunan Organisasi
Pasal  175

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara terdiri dari:
a.    Sekretariat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara;
b.    Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Militer;
c.    Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara;
d.    Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer;
e.    Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Tata Usaha Negara;

 

Bagian Ketiga
Sekretariat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara 


Pasal  176

Sekretariat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha negara mempunyai tugas memberikan dukungan teknis administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha negara.

Pasal  177

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176,

Sekretariat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha negara menyelenggarakan fungsi:
a.    pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana dan program kerja dan penyusunan anggaran, serta perbendaharaan dan pembuatan akuntansi dan laporan keuangan;
b.    pelaksanaan urusan kepegawaian;
c.    pelaksanaan penataan organisasi dan ketatalaksanaan, evaluasi jabatan dan pengembangan kinerja;
d.    pelaksanaan urusan dokumentasi dan manajemen sistem informasi;
e.    pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga dan perlengkapan di lingkungan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha negara.

Pasal  178

Sekretariat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha negara terdiri dari:
a.    Bagian Perencanaan dan Keuangan;
b.    Bagian Kepegawaian;
c.    Bagian Organisasi dan Tata Laksana;
d.    Bagian Umum;
e.    Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal  179

Bagian Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan  koordinasi penyusunan rencana dan program, penyusunan dan pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan serta pembuatan laporan keuangan dan verifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha negara.

Pasal  180

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1179,

Bagian Perencanaan dan Keuangan menyelenggarakan fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan penyusunan rencana, program dan anggaran;
b.    pelaksanaan penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan serta menerbitkan surat perintah pembayaran kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara;
c.    pelaksanaan penyusunan laporan keuangan dan verifikasi.

Pasal  181

Bagian Perencanaan dan Keuangan terdiri dari:
a.    Subbagian Perencanaan Program dan Penyusunan Anggaran;
b.    Subbagian Anggaran dan Perbendaharaan;
c.    Subbagian Akuntansi.

Pasal  182

(1)    Subbagian Perencanaan Program dan Penyusunan Anggaran mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana, program dan anggaran.
(2)    Subbagian Anggaran dan Perbendaharaan  mempunyai tugas melakukan penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan serta menerbitkan surat perintah pembayaran kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara.
(3)    Subbagian Akuntansi mempunyai tugas melakukan pelaksanaan penyusunan laporan keuangan dan verifikasi.

Pasal  183

Bagian Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan urusan kepegawaian di lingkungan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha negara.

Pasal  184

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183, Bagian Kepegawaian mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan penyusunan formasi, pendataan dan pengembangan pegawai serta pengelolaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP 3), administrasi jabatan fungsional, pengurusan ASKES dan disiplin pegawai;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan pengusulan kenaikan pangkat, penggajian, pemindahan dan mutasi kepegawaian lainnya;
c.    pelaksanaan penyiapan bahan pengusulan pemberhentian dan pensiun pegawai.

Pasal  185

Bagian Kepegawaian terdiri dari:
d.    Subbagian Umum Kepegawaian;
e.    Subbagian Mutasi;
f.    Subbagian Pemberhentian dan Pensiun.

Pasal  186

(1)    Subbagian Umum Kepegawaian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan formasi, pendataan dan pengembangan pegawai serta pengelolaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP 3), administrasi jabatan fungsional, pengurusan ASKES dan disiplin pegawai.
(2)    Subbagian Mutasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan  pengusulan kenaikan pangkat, penggajian, pemindahan dan mutasi kepegawaian lainnya.
(3)    Subbagian Pemberhentian dan Pensiun mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pengusulan pemberhentian dan pensiun pegawai.

Pasal  187

Bagian Organisasi dan Tata Laksana mempunyai tugas melaksanakan penataan organisasi dan ketatalaksanaan, evaluasi jabatan dan pengembangan kinerja, serta urusan dokumentasi dan manajemen sistem informasi di lingkungan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha negara.

Pasal  188

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187, Bagian Organisasi dan Tata Laksana mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan, penataan, dan evaluasi organisasi serta penyusunan laporan;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan, penataan dan evaluasi pembakuan sarana kerja, prosedur dan sistem administrasi;
c.    pelaksanaan urusan dokumentasi dan penyiapan bahan pelayanan informasi.

Pasal  189

Bagian Organisasi dan Tata Laksana terdiri dari:
a.    Subbagian Kelembagaan dan Pelaporan;
b.    Subbagian Ketatalaksanaan;
c.    Subbagian Dokumentasi dan Informasi.

Pasal  190

(1)    Subbagian Kelembagaan dan Pelaporan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan, penataan, dan evaluasi organisasi serta penyusunan laporan.
(2)    Subbagian Ketatalaksanaan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan, penataan dan evaluasi pembakuan sarana kerja, prosedur dan sistem administrasi.
(3)    Subbagian Dokumentasi dan Informasi mempunyai tugas melakukan urusan dokumentasi dan penyiapan bahan pelayanan informasi.

Pasal  191

Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan tata usaha, rumah tangga dan perlengkapan di lingkungan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha negara.

Pasal  192

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191,

Bagian Umum mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan urusan surat menyurat, kearsipan dan penggandaan;
b.    pelaksanaan urusan perawatan dan pemeliharaan gedung, sarana dan prasarana;
c.    pelaksanaan penyiapan bahan analisis kebutuhan pengadaan, distribusi, inventarisasi dan penghapusan perlengkapan.

Pasal  193

Bagian Umum terdiri dari:
a.    Subbagian Tata Usaha;
b.    Subbagian Rumah Tangga;
c.    Subbagian Perlengkapan.

Pasal  194

(1)    Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat, kearsipan dan penggandaan.
(2)    Subbagian Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan urusan perawatan dan pemeliharaan gedung, sarana dan prasarana.
(3)    Subbagian Perlengkapan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan analisis kebutuhan pengadaan, distribusi, inventarisasi dan penghapusan perlengkapan.

 

Bagian Keempat
Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Militer

Pasal  195

Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Militer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan tenaga teknis dan administrasi peradilan militer.

Pasal 196

Dalam melaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195,

Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Militer menyelenggarakan fungsi:
a.    pelaksanaan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengadaan, promosi dan mutasi Hakim, Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita;
b.    pelaksanaan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengembangan dan pembinaan Hakim, Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita;
c.    pelaksanaan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis administrasi peradilan militer;
d.    pelaksanaan urusan tata usaha.

Pasal 197

Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Militer terdiri dari:
a.    Subdirektorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Militer;
b.    Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Militer;
c.    Subdirektorat Pembinaan Administrasi Peradilan Militer;
d.    Subbagian Tata Usaha;
e.    Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 198

Subdirektorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Militer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengadaan, promosi dan mutasi Hakim, Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita.

Pasal 199

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198,

Subdirektorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Militer menyelenggarakan fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengadaan, promosi dan mutasi Hakim;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengadaan, promosi dan mutasi Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita.

Pasal 200

Subdirektorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Militer terdiri dari:
a.    Seksi Mutasi Hakim;
b.    Seksi Mutasi Panitera dan Jurusita.

Pasal 201

(1)    Seksi Mutasi Hakim mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis mutasi Hakim, penyiapan bahan pengusulan pengadaan, pengangkatan, kenaikan pangkat, kenaikan gaji, pemindahan, cuti, pemberhentian dan pensiun Hakim di lingkungan peradilan Militer.
(2)    Seksi Mutasi Panitera dan Jurusita mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis mutasi Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita, penyiapan bahan pengusulan pengadaan, pengangkatan, kenaikan pangkat, kenaikan gaji, pemindahan, cuti, pemberhentian dan pensiun Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita di lingkungan peradilan Militer.

Pasal  202

Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Militer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengembangan dan pembinaan tenaga teknis peradilan Militer.

Pasal  203

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202,

Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Militer mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta analisis kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu Hakim;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta analisis kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu  Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita;
c.    pelaksanaan penyiapan bahan evaluasi dan rasionalisasi tenaga teknis peradilan.

Pasal  204

Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Militer terdiri dari:
a.    Seksi Peningkatan Mutu Hakim;
b.    Seksi Peningkatan Mutu Panitera dan Jurusita;
c.    Seksi Evaluasi dan Rasionalisasi.

Pasal  205

(1)    Seksi Peningkatan Mutu Hakim mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta analisis kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu Hakim.
(2)    Seksi Peningkatan Mutu Panitera dan Jurusita mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta analisis kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita.
(3)    Seksi Evaluasi dan Rasionalisasi mempunyai tugas melakukan pelaksanaan penyiapan bahan evaluasi dan rasionalisasi tenaga teknis peradilan militer.

Pasal  206

Subdirektorat Pembinaan Administrasi Peradilan Militer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan  pembinaan administrasi  peradilan militer.

Pasal  207

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206,

Subdirektorat Pembinaan Administrasi Peradilan Militer menyelenggarakan fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis tata kerja dan tata kelola pengadilan;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis dan administrasi peradilan serta monitoring dan  evaluasi;
c.    pelaksanaan penyusunan statistik perkara serta dokumentasi keadaan populasi dan geografis dalam satu wilayah hukum.

Pasal  208

Subdirektorat Pembinaan Administrasi Peradilan Militer terdiri dari:
a.    Seksi Tata Kelola;
b.    Seksi Bimbingan dan Monitoring;
c.    Seksi Statistik dan Dokumentasi.

Pasal  209

(1)    Seksi Tata Kelola mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis tata kerja dan tata kelola pengadilan.
(2)    Seksi Bimbingan dan Monitoring mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis dan administrasi peradilan serta monitoring dan evaluasi.
(3)    Seksi Statistik dan Dokumentasi mempunyai tugas pelaksanaan penyusunan statistik perkara serta dokumentasi keadaan populasi dan geografis dalam satu wilayah hukum.

Pasal  210

(1)    Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Militer.
(2)    Subbagian Tata Usaha dalam melaksanakan tugasnya secara operasional bertanggung jawab kepada Direktur Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Militer, secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Militer.

 

Bagian Kelima
Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara

Pasal  211

Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan tenaga teknis dan administrasi peradilan tata usaha negara.

Pasal  212

Dalam melaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211,

Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara menyelenggarakan fungsi:
a.    pelaksanaan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengadaan, promosi dan mutasi Hakim, Panitera, Panitera Pengganti dan Jurusita;
b.    pelaksanaan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengembangan dan pembinaan Hakim, Panitera, Panitera Pengganti dan Jurusita;
c.    pelaksanaan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis  di bidang administrasi peradilan militer;
d.    pelaksanaan urusan tata usaha.

Pasal  213

Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara terdiri dari:
a.    Subdirektorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Tata Usaha Negara;
b.    Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Tata Usaha Negara;
c.    Subdirektorat Pembinaan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara;
d.    Subbagian Tata Usaha;
e.    Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal  214

Subdirektorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengadaan, promosi dan mutasi Hakim, Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita.

Pasal  215

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214,

Subdirektorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Tata Usaha Negara menyelenggarakan fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengadaan, promosi dan mutasi Hakim;
b.    penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengadaan, promosi dan mutasi Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita.

Pasal  216

Subdirektorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Tata Usaha Negara terdiri dari:
a.    Seksi Mutasi Hakim;
b.    Seksi Mutasi Panitera dan Jurusita.

Pasal  217

(1)    Seksi Mutasi Hakim mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur dan bimbingan teknis mutasi Hakim, penyiapan bahan pengusulan pengadaan, pengangkatan, kenaikan pangkat, kenaikan gaji, pemindahan, cuti, pemberhentian dan pensiun Hakim di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
(2)    Seksi Mutasi Panitera dan Jurusita mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur dan bimbingan teknis mutasi Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita, penyiapan bahan pengusulan pengadaan, pengangkatan, kenaikan pangkat, kenaikan gaji, pemindahan, cuti, pemberhentian dan pensiun Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

Pasal  218

Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan pengusulan pengembangan dan pembinaan tenaga teknis Peradilan Tata Usaha Negara.

Pasal  219


Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218, Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta analisis kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu Hakim;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta analisis kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu  Panitera, Panitera Pengganti dan Jurusita;
c.    pelaksanaan penyiapan bahan evaluasi dan rasionalisasi tenaga teknis peradilan peradilan tata usaha negara.

Pasal  220

Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Tata Usaha Negara terdiri dari:
a.    Seksi Peningkatan Mutu Hakim;
b.    Seksi Peningkatan Mutu Panitera dan Jurusita;
c.    Seksi Evaluasi dan Rasionalisasi.

Pasal  221

(1)    Seksi Peningkatan Mutu Hakim mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta analisis kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu Hakim.
(2)    Seksi Peningkatan Mutu Panitera dan Jurusita mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta analisis kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita.
(3)    Seksi Evaluasi dan Rasionalisasi mempunyai tugas melakukan pelaksanaan penyiapan bahan evaluasi dan rasionalisasi tenaga teknis peradilan peradilan tata usaha negara .

Pasal  222

Subdirektorat Pembinaan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis serta penyiapan  pembinaan administrasi  peradilan.

Pasal  223

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222, Subdirektorat Pembinaan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara menyelenggarakan fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis tata kerja dan tata kelola;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis dan administrasi peradilan serta monitoring dan evaluasi;
c.    pelaksanaan penyusunan statistik perkara serta dokumentasi keadaan populasi dan geografis dalam satu wilayah hukum.

Pasal  224

Subdirektorat Pengembangan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara terdiri dari:
a.    Seksi Tata Kelola;
d.    Seksi Bimbingan dan Monitoring;
e.    Seksi Statistik dan Dokumentasi.

Pasal  225

(1)    Seksi Tata Kelola mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis tata kerja dan tata kelola.
(2)    Seksi Bimbingan dan Monitoring mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, dan bimbingan teknis dan  administrasi peradilan serta monitoring dan evaluasi.
(3)    Seksi Statistik dan Dokumentasi mempunyai tugas pelaksanaan penyusunan statistik perkara serta dokumentasi keadaan populasi dan geografis dalam satu wilayah hukum.

Pasal  226

(1)    Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Militer.
(2)    Subbagian Tata Usaha dalam melaksanakan tugasnya secara operasional bertanggung jawab kepada Direktur Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara, secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Subdirektorat Pengembangan Tenaga Teknis Peradilan Tata Usaha Negara.

 

Bagian Keenam
Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer

Pasal  227

Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pranata dan tata laksana perkara pidana militer dan tata usaha militer.

Pasal  228

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer menyelenggarakan fungsi:   
a.    pelaksanaan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal berkas perkara kasasi, tata usaha militer dan tahanan pidana militer;
b.    pelaksanaan perumusan dan pelaksanaan kebijakan serta penelaahan perangkat kelengkapan formal berkas perkara peninjauan kembali dan grasi pidana militer;
c.    pelaksanaan urusan tata usaha.

Pasal  229

Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer terdiri dari:
a.    Subdirektorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer;
b.    Subdirektorat Peninjauan Kembali dan Grasi Pidana Militer;
c.    Subbagian Tata Usaha;
d.    Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal  230

Subdirektorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal dan pengiriman berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  231

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 230,

Subdirektorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara kasasi dan tata usaha militer;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara tahanan pidana militer;
c.    pelaksanaan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penetapan penahanan, penyusunan laporan berkas perkara dan pembuatan konsep surat kepada pengadilan pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara kasasi, tata usaha militer dan tahanan pidana militer yang kurang lengkap serta mengirimkan berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  232

Subdirektorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer terdiri dari:
a.    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer;
b.    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Tahanan;
c.    Seksi Administrasi Berkas Perkara Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer.

Pasal  233

(1)    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara kasasi dan tata usaha militer.
(2)    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Tahanan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara tahanan pidana militer.
(3)    Seksi Administrasi Berkas Perkara Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penetapan penahanan, penyusunan laporan berkas perkara dan pembuatan konsep surat kepada pengadilan pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara kasasi, tata usaha militer dan tahanan pidana militer yang kurang lengkap serta mengirimkan berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  234

Subdirektorat Peninjauan Kembali dan Grasi Pidana Militer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal berkas perkara peninjauan kembali dan grasi pidana militer serta pengiriman berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  235

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 234,

Subdirektorat Peninjauan Kembali dan Grasi Pidana Militer mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara peninjauan kembali pidana militer;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara grasi pidana militer;
c.    pelaksanaan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penyusunan laporan berkas perkara, penyiapan pembuatan konsep surat kepada pengadilan pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara peninjauan kembali dan grasi pidana militer yang kurang lengkap serta pengiriman berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  236

Subdirektorat Peninjauan Kembali dan Grasi Pidana Militer terdiri dari:
a.    Seksi Peninjauan Kembali;
b.    Seksi Grasi;
c.    Seksi Administrasi Berkas Perkara Peninjauan Kembali dan Grasi.

Pasal  237

(1)    Seksi Peninjauan Kembali mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara peninjauan kembali.
(2)    Seksi Grasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara grasi.
(3)    Seksi Administrasi Berkas Perkara Peninjauan Kembali dan Grasi mempunyai tugas melakukan pelaksanaan penerimaan, pengagendaan, penyusunan laporan berkas perkara, dan penyiapan bahan konsep surat kepada pengadilan pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara peninjauan kembali dan grasi yang kurang lengkap serta mengirimkan berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  238

(1)    Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer.
(2)    Subbagian Tata Usaha dalam melaksanakan tugasnya secara operasional bertanggung jawab kepada Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer, secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Subdirektorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha  Militer.

 

Bagian Ketujuh
Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Tata Usaha Negara

Pasal  239

Direktorat Pranata dan Tata Laksana Tata Usaha Negara mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta di bidang pranata dan tata laksana perkara tata usaha negara.

Pasal  240

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239,

Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Tata Usaha Negara menyelenggarakan fungsi:   
a.    pelaksanaan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal perkara kasasi tata usaha negara;
b.    pelaksanaan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal perkara peninjauan kembali tata usaha negara;
c.    pelaksanaan urusan tata usaha.

Pasal  241

Direktorat  Pranata dan Tata Laksana Perkara Tata Usaha Negara terdiri dari:
a.    Subdirektorat Kasasi Tata Usaha Negara;
b.    Subdirektorat Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara;
c.    Subdirektorat Hak Uji Materiil dan Sengketa Pajak
d.    Subbagian Tata Usaha;
e.    Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal  242

Subdirektorat Kasasi Tata Usaha Negara mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal berkas perkara kasasi tata usaha negara, hak uji materiil dan sengketa pajak dan pengiriman berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  243

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242,

Subdirektorat Kasasi Tata Usaha Negara mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara kasasi;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penyusunan laporan berkas perkara;
c.    pelaksanaan penyiapan bahan pembuatan konsep surat kepada pengadilan pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara kasasi tata usaha negara, hak uji materiil dan sengketa pajak.

Pasal  244

Subdirektorat Kasasi Tata Usaha Negara terdiri dari:
a.    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Kasasi;
b.    Seksi Kelengkapan Berkas Perkara Kasasi;
c.    Seksi Administrasi Berkas Perkara Kasasi.

Pasal  245

(1)    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Kasasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara kasasi tata usaha negara.
(2)    Seksi Kelengkapan Berkas Perkara Kasasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembuatan konsep surat kepada pengadilan pengaju dan menerima kembali jawaban dan kelengkapan formal berkas serta penyusunan laporan berkas perkara kasasi tata usaha negara.
(3)    Seksi Administrasi Berkas Perkara Kasasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan dan mengirimkan berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  246

Subdirektorat Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal berkas perkara peninjauan kembali tata usaha negara serta pengiriman berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  247

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246,

Subdirektorat Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara peninjauan kembali tata usaha negara;
b.    pelaksanaan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penyusunan laporan berkas perkara dan pembuatan konsep surat kepada pengadilan pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara peninjauan kembali tata usaha negara yang kurang lengkap serta pengiriman berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  248

Subdirektorat Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara terdiri dari:
a.    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Peninjauan Kembali;
b.    Seksi Administrasi Berkas Perkara Peninjauan Kembali.

Pasal  249

(1)    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Peninjauan Kembali mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara peninjauan kembali tata usaha negara.
(2)    Seksi Administrasi Berkas Perkara Peninjauan Kembali mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penyusunan laporan berkas perkara dan penyiapan bahan konsep surat kepada pengadilan pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara peninjauan kembali tata usaha negara yang kurang lengkap serta mengirimkan berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  250

Subdirektorat Hak Uji Materiil dan Sengketa Pajak mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penerimaan, pengagendaan dan penelaah berkas perkara hak uji materiil dan peninjauan kembali berkas perkara sengketa pajak serta pengiriman berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

Pasal  251

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 250,

Subdirektorat Hak Uji Materiil dan Sengketa Pajak mempunyai fungsi:
a.    pelaksanaan penyiapan penelaahan berkas perkara hak uji materiil;
b.    pelaksanaan penyiapan penelaahan berkas perkara sengketa pajak;
c.    pelaksanaan penyiapan penerimaan dan pengagendaan berkas perkara hak uji materiil dan sengketa pajak serta penyiapan konsep surat.

Pasal 252

Subdirektorat Hak Uji Materiil dan Sengketa Pajak terdiri dari:
a.    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Hak Uji Materiil;
b.    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Sengketa Pajak;
c.    Seksi Administrasi Berkas Perkara Hak Uji Materiil dan Sengketa Pajak

Pasal  253

(1)    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Hak Uji Materiil mempunyai tugas melakukan penyiapan penelaahan berkas perkara hak uji materiil.
(2)    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Sengketa Pajak mempunyai tugas melakukan penyiapan penelaahan berkas perkara sengketa pajak.
(3)    Seksi Administrasi Berkas Perkara Hak Uji Materiil dan Sengketa Pajak mempunyai tugas melakukan penyiapan penerimaan dan pengagendaan berkas perkara hak uji materiil dan sengketa pajak serta penyiapan bahan konsep surat.

Pasal  254

(1)    Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Direktorat Pranata dan Tata Laksana Tata Usaha Negara.
(2)    Subbagian Tata Usaha dalam melakukan tugasnya secara operasional bertanggung jawab kepada Direktur Pranata dan Tata Laksana Tata Usaha Negara, secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Subdirektorat Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara.

 

Bagian Kedelapan
Kelompok Jabatan Fungsional

Pasal  255

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan yang berlaku.

Pasal  256

(1)    Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
(2)    Setiap kelompok tersebut pada ayat (1) Pasal ini dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata usaha Negara.
(3)    Jumlah jabatan fungsional tersebut pada ayat (1) Pasal ini ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
(4)    Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Peralihan kekuasaan kehakiman secara organisasi, administrasi dan financial dari Lembaga Eksekutif ke Mahkamah Agung RI berdampak adanya restrukturisasi organisasi yang ada di Mahkamah Agung RI. Restrukturisasi yang terjadi di Mahkamah Agung RI setelah berlangsungnya peradilan satu atap di Mahkamah Agung RI berkonsekwensi logis adanya pengembangan organisasi yang ada di Mahkamah Agung RI. Gambaran umum sebelum berlakunya peradilan satu atap Mahkamah Agung RI hanya melaksanakan pembinaan organisasi, administrasi dan financial untuk Mahkamah Agung RI, namun setelah adanya Peradilan satu atap di Mahkamah Agung RI, beban kerja yang harus ditanggung meliputi pembinaan organisasi, administrasi dan financial dari pengadilan tingkat pertama, banding maupun kasasi pada 4 (empat) lingkungan peradilan (Umum, Agama, Militer dan Tata Usaha Negara), dengan jumlah kurang lebih 840 Pengadilan (tingkat pertama s.d tingkat banding).

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan unit organisasi baru pada Mahkamah Agung, adalah unit eselon I yang mempunyai tugas antara lain merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang administrasi, keuangan dan organisasi ketatalaksanaan bagi tenaga teknis peradilan militer dan tata tusaha negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Sekretariat Mahkamah Agung dan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor MA/SEK.07/SK/III/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mahkamah Agung RI.

Sebelum adanya Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2005 tersebut, struktur organisasi/unit kerja yang menangani teknis administrasi perkara pidana Militer dan perkara Tata Usaha Negara pada Mahkamah Agung berada di 2 unit kerja yaitu, untuk perkara pidana militer berada dibawah Direktorat Pidana yang di bawahnya terdapat Sub Direktorat Kasasi & PK Pidana Militer, yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi Direktorat Pidana Militer tersendiri. Sedangkan untuk unit kerja yang menangani perkara Tata Usaha Negara telah terbentuk Direktorat Tata Usaha Negara tersendiri.

Tupoksi yang diemban oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha sebagaimana diuraikan diatas yaitu merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan dan standarisasi teknis dibidang administrasi, keuangan dan organisasi ketatalaksanaan bagi tenaga teknis Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara, boleh sedikit kita tengok perkembangan dan perjalanan terbentuknya Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.

I.  Sejarah Terbentuknya Peradilan Militer di Indonesia
Peradilan Militer di Indonesia dibentuk untuk pertama kalinya dengan UU No. 7 tahun 1946 tentang Peraturan mengadakan pengadilan Tentara di samping Pegadilan biasa. Kemudian terbit UU No.8 Tahun 1946 tentang peraturan hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara, sebagai pengadilan yang khusus berlaku bagi militer. Pada tahun 1948 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan/Kejaksaan dalam lingkungan Peradilan Ketentaraan.
Sejak berlakunya Republik Indonesia Serikat pada tahun 1950, terjadi perubahan undang-undang tentang susunan dan kekuasaan kehakiman, dengan disyahkannya Undang-Undang Darurat No. 16 tahun 1950 menjadi Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan/Kejaksaan dalam Lingkungan Pengadilan Ketentaraan.
Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya menjadi Ketua Pengadilan Tentara, dan berdasarkan Undang-Undang No.6 tahun 1950 Jaksa Tentara dirangkap oleh Jaksa Sipil yang karena jabatannya bertugas sebagai pengusut, penuntut dan penyerah perkara.
Dalam keadaan yang tidak kondusif seiring dengan perkembangan politik pemerintahan lahirlah Undang-Undang No. 29 tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonmesia. Undang-undang ini merubah sistem dan hukum acara peradilan Militer yaitu antara lain dalam pasal 35 tersebut menyatakan angkatan perang mempunyai peradilan tersendiri dan komandan mempunyai hak menyerahkan perkara.
Sebagai Implementasi pasal 35 Undang-Undang No.29 tahun 1954 lahirlah Undang-Undang No. 1/Drt/1958 tentang Hukum Acara Pidana Tentara.   Dalam Undang-undang tersebutmembatasi Jaksa dan Hakim umum di dalam penyelesaian perkara.  Kemudian diadakan perobahan disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan Ketatanegaraan Indonesia, terakhir perobahan dengan Undang-undang No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.


a. Masa Pendudukan Belanda dan Jepang.
Sebelum perang dunia II peradilan militer Belanda di kenal dengan nama ‘Krijgsraad’ dan ‘Hoog Militair Gerechtshof’, hal ini sebagaimana tercantum dalam bepalingen Betreffende de rechtsmaacht Van De militaire rechter in nederlands Indie, S. 1934 no. 173 dan De Provisionele Instructie Voor Het Hoog Militair Gerechtshof Van Nederlands Indie, S.1992 no. 163.
Peradilan ini ruang lingkupnya meliputi pidana materil yang anggotanya terdiri dari anggota angkatan darat Belanda di Indonesia (Hindia Belanda) yaitu KNIL dan Angkatan Laut Belanda. Untuk diketahui, Angkatan Laut ini merupakan bagian integral dari Angkatan Laut kerajaan Belanda (Koninklijke Marine), sedangkan KNIL merupakan organisasi tersendiri dalam arti terlepas dari tentatara kerajaan Belanda (Koninklijke Leger). Atas dasar ini maka KNIL diperiksa dan diadili oleh Krijgsraad untuk tingkat pertama dan Hoog Militair Gerechtshop pada tingkat banding, sedangkan anggota angkatan laut diperiksa dan diadili oleh Zee Krijraad dan Hoog Militair Gerecht Shoof.
Krijgsraad terdapat di kota Cimahi, Padang, dan Makassar dengan wilayah meliputi: Cimahi, Jawa Madura, Palembang, Bangka, Belitung, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kalimantan, Bali, Lombok, Padang : Sumbar, Tapanuli, Aceh dan Sumatera Timur, Makassar : Sulawesi, Maluku dan Timor Krijsraad memeriksa dan mengadili perkara pidana pada tingkat pertama terhadap anggota militer dengan pangkat Kapten ke bawah dan orang-orang sipil yang bekerja di militer. Sedangkan Hoog Militair Gerecht shoof merupakan pengadilan militer instansi kedua (banding) serta mengadili pada tingkat pertama untuk Kapten ke atas dan yang tertinggi di Hindia Belanda serta berkedudukan di Jakarta. Pada masa pendudukan Balatentara Jepang pada tanggal 2 maret 1942, berdasarkan Osamu Gunrei No. 2 tahun 1942, membentuk Gunritukaigi (peradilan militer) untuk mengadili perkara-perkara pelanggaran undang-undang militer Jepang. Pengadilan militer ini bertugas mengadili perbuatan-perbuatan yang bersifat mengganggu, menghalang-halangi dan melawan balatentara Jepang dengan pidana terberat hukuman mati.
Gunritukaigi dikepalai oleh Sirei Kan (pembesar Balatentara Jepang), yang beranggotakan:

- Sinbankan; hakim yang memberikan putusan
- Yosinkan; hakim yang memeriksa perkara sebelum persidangan
- Kensatakun; Jaksa
- Rokusi; Panitera
- Keiza; Penjaga terdakwa


b. Masa Awal Kemerdekaan (1945-1950)
Pada tanggal 5 Oktober 1945 Angkatan Perang RI dibentuk tanpa diikuti pembentukan Peradilan Militer. Peradilan Militer baru dibentuk setelah dikeluarkannya UU. No. 7 tahun 1946 tentang Peraturan mengadakan Pengadilan Tentara disamping pengadilan biasa, pada tanggal 8 Juni 1946, kurang lebih 8 bulan setelah lahirnya Angkatan Bersenjata RI.. Dalam masa kekosongan hukum ini, diterapkan hukum disiplin militer. Bersamaan dengan ini pula dikeluarkan UU No. 8 tahun 1946 tentang Hukum acara pidana guna peradila Tentara.
Bahwa, dengan dikeluarkannya kedua undang-undang diatas, maka peraturan-peraturan di bidang peradilan militer yang ada pada zaman sebelum proklamasi, secara formil dan materil tidak diperlakukan lagi. Dalam UU No. 7 Tahun 1946 Penradilan tentara di bagi menjadi 2 Tingkat, yaitu:
1. Mahkamah Tentara
2. Mahkamah Tentara Agung.


Peradilan Tentara berwenang mengadili perkara pidana yang merupakan kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh:
1. Prajurit Tentara (AD) RI, Angkatan laut dan Angkatan Udara
2. Orang yang oleh presiden dengan PP ditetapkan sama dengan prajurit
3. Orang yang tidak termasuk gol 1 dan 2 tetapi berhubungan dengan kepentingan ketentaraan.


Pengadilan juga diberi wewenang untuk mengadili siapapun juga, bila kejahatan yang dilakukan termasuk dalam titel I dan II buku II KUHP yang dilakukan dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan bahaya. Mahkamah Tentara; pengadilan tingkat pertama yang berwenang mengadili perkara dengan tersangka prajurit berpangkat Kapten ke bawah. Mahkamah Tentara Agung; pada tingkat pertama dan terakhir untuk perkara:
- Terdakwanya serendah-rendahnya berpangkat Mayor
- Seorang yang jika dituntut di pengadilan biasa diputus oleh PT atau MA
- Perselisihan kewenangan antara Mahkamah-mahkamah tentara


Mahkamah Tentara Agung pada tingkat kedua dan terakhir, mengadili perkara yang telah diputus oleh mahkamah tentara.
Persidangan di pisahkan menjadi dua yakni persidangan untuk perkara kejahatan dan perkara pelanggaran. Pada tahun 1948 dikeluarkan PP No. 37 tahun 1948, yang mengubah beberapa ketentuan susunan, kedudukan dan daerah hukum yang telah diatur sebelumnya. PP ini mengatur peradilan tentara dengan susunan:
1. Mahkamah Tentara
2. Mahkamah Tentara Tinggi
3. Mahkamah Tentara Agung


Bahwa, sistem peradilan dua tingkat yang diatur sebelumnya berubah menjadi tiga tingkat, dengan masing-masing kewenangan:
a. Mahkamah Tentara, mengadili dalam tingkat pertama kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan prajurit berpangkat kapten ke bawah
b. Mahkamah Tentara Tinggi, pada tingkat pertama mengadili prajurit yang berpangkat Mayor ke atas. Pada tingkat kedua memeriksa dan memutus segala perkara yang telah diputus mahkamah tentara yang diminta ulangan pemeriksaan.
c. Mahkamah Tentara Agung, pada tingkat pertama da terakhir memeriksa dan memutus perkara kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh Panglima Besar, Kastaf Angkatan Perang, Kastaf Angkatan; Darat, Laut, Udara, Panglima Tentara Teritorium Sumatera, Komandan Teritorium Jawa, Komandan Teritorium Sumtera, Panglima Kesatuan Reserve Umum, Kastaf Pertahanan Jawa Tengah dan Kastaf Pertahanan Jawa Timur.

Dalam PP tersebut juga diatur adanya 3 tingkat kejaksaan tentatara, yaitu :
1. Kejaksaan Tentara
2. Kejaksaan Tentara Tinggi
3. Kejaksaan Tentara Agung

Hukum Pidana Materil yang berlaku pada masa berlakunya undang-undang No. 7 tahun 1946 dan PP No. 37 tahun 1948 adalah sebagai berikut :
1. KUHP (UU. No. 1 tahun 1946)
2. KUHPT (UU. No. 39 Tahun 1947 jo. S. 1934 No. 167)
3. KUHDT (UU. No. 40 Tahun 1947 jo. S. 1934 No. 168)

Pada masa tahun 1946 hingga 1948 diadakan Peradilan Militer Khusus, sebagai akibat dari peperangan yang terus berlangsunf yang mengakibatkan putusnya hubungan antar daerah. Peradilan militer khusus ini meliputi:
1. Mahkamah Tentara Luar Biasa (PP. No. 5 tahun 1946).
2. Mahkamah Tentara Sementara (PP. No. 22 tahun 1947).
3. Mahkamah Tentara Daerah Terpencil (PP. No. 23 Tahun 1947).

Pada tanggal 19 Desember 1948 tentara Belanda Melakukan Agresinya yang kedua terhadap negara RI. Agresi tersebut dimaksudkan untuk menghancurkan tentara nasional Indonesia dan selanjutnya pemerintah RI. Aksi tersebut mengakibatkan jatuhnya kota tempat kedudukan badan-badan peradilan ke tangan Belanda. Mengingat kondisi ini, maka dikeluarkanlah peraturan darurat tahun 1949 No. 46/MBKD/49 yang mengatur Peradilan Pemerintahan Militer untuk seluruh pulau Jawa -Madura. Peraturan tersebut memuat tentang:
1. Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer
2. Pengadilan Sipil Pemerintah Militer
3. Mahkamah Luar Biasa
4. Cara menjalankan Hukuman Penjara.

Selanjutnya dalam makalah ini penulis akan membatasi dengan hanya membahas pengadilan tentara pemerintahan militer. Pada masa ini Pengadilan Militer terdiri atas tiga badan yaitu:
1. Mahkamah Tentara Onder Distrik Militer (MTODM), berkedudukan sama dengan komandan ODM yang berwenang mengadili prajurit tingkat Bintara.
2. Mahkamah Tentara Distrik Militer (MTDM), berkedudukan sama dengan komandan DM yang berwenang mengadili perwira pertama hingga Kapten
3. Mahkamah Tentara Daerah Gubernur Militer, (MTGM), berkedudukan sama dengan Gubernur militer yang berwenang mengadili kapten sampai Letnan Kolonel.

Peraturan darurat tersebut hanya berjalan selama kurang lebih 6 bulan, kemudian pada tanggal 12 juli 1949 menteri kehakiman RI mencabut Bab II peraturan tersebut. Kemudian pada tanggal 25 Desember 1949 dengan PERPU No. 36 tahun 1949 mencabut seluruhnya materi Peraturan darurat No. 46/MBKD/49, dan aturan yang berlaku sebelumnya dinyatakan berlaku lagi. Berdasarkan Undang-undang darurat No. 16 tahun 1950, mengatur peradilan tentara kedalam tiga tingkatan yaitu:
1. Mahkamah Tentara
2. Mahkamah Tentara Tinggi
3. Mahkamah Tentara Agung

Sementara untuk Kejaksaan dibagi atas:
1. Kejaksaan Tentara
2. Kejaksaan Tentara Tinggi
3. Kejaksaan Tentara Agung

Undang-undang darurat No. 16 tahun 1950 kemudian dicabut dengan lahirnya UU No. 5 tahun 1950, yang sebenarnya hanya merupakan penggantian formal saja, sedangkan mengenai materinya tetap tidak mengalami perobahan. Pada masa ini masa RIS lahir Mahkamah Tentara di banyak tempat, seperti di Jawa-Madura pada kota-kota:
1. Jakarta; dengan daerah hukumya: Keresidenan Jakarta, Banten dan Bogor
2. Bandung; meliputi: Keresidenan Priangan dan Cirebon
3. Pekalongan; meliputi: Keresidenan Pekalongan dan Banyumas
4. Semarang; meliputi: Keresidenan Semarang dan Pati
5. Yogyakarta; meliputi: Keresidenan Yogyakarta dan Kedu
6. Surakarta; meliputi: Keresidenan Surakarta dan Madiun
7. Surabaya; meliputi: Keresidenan Surabaya, Bojonegoro dan Madura
8. Malang; meliputi: Keresidenan Malang dan Besuki.

Dengan Yogyakarta sebagai tempat kedudukan Mahkamah Tentara Tinggi, untuk daerah Jawa-Madura. Sumatera, Mahkamah Tentara berkedudukan dikota:
1. Medan: Bekas Keresidenan Aceh, Riau dan Sumatera Timur
2. Padang: Bekas Keresidenan Sumatera Barat dan Tapanuli
3. Palembang:Bekas Keresidenan Palembang, Jambi, Bengkulu, Lampung dan Bangka-Belitung.

Bukit Tinggi merupakan tempat kedudukan Mahkamah Tentara Tinggi untuk seluruh Sumatera. Kalimantan, Mahkamah Tentara berkedudukan dikota:
1. Pontianak: Bekas Keresidenan KALBAR dengan pulau-pulaunya
2. Banjarmasin: Bekas Keresidenan KALSEL dan KALTIM

Mahkamah Tentara Tinggi untuk seluruh Kalimantan berkedudukan di Jakarta. Mahkamah Tentara di Indonesia Timur berada di kota:
1. Makassar: Propinsi Sulawesi dan bekas Afdeling Ternate
2. Ambon: seluruh wilayah Maluku di kurangi Ternate
3. Denpasar: seluruh wilayah Propinsi Sunda Kecil (NTT-B).

Mahkamah Tentara Tinggi berkeduduan di Makassar dan Mahkamah Tentara Agung berkedudukan di Mahkamah Agung Indonesia.

c. Masa berlakunya UUDS 1950 (1950-1959)
Ketentuan yang telah ada pada masa RIS tetap berlaku kecuali yang tidak sesuai dengan tujuan negara kesatuan. Daerah hukum Mahkamah Tentara mengalami perubahan (penambahan dan pengurangan) seperti di :

Jawa-Madura :
1. Jakarta, tambah Kab. Kep. Riau (Tanjung Pinang)
2. Surabaya, tambah Kediri


Sumatera :
1. Medan, dikurangi Kab. Kep. Riau tapi ditambah dengan Tapanuli
2. Padang, dikurangi Tapanuli dan ditambah Kampar (Pekanbaru)

Kedudukan Pengadilan Tinggi Tentara yang sebelumnya di Bukit Tinggi dipindah ke Medan dengan wilayah hukum seluruh Sumatera dan Kalimantan.
Pengadilan Tinggi Tentara dipindah dari Jakarta ke Surabaya. Pada periode 1950-1959 di negar kita terjadi keadaan darurat, sebagai dampak dari politik federalisme kontra unitarisme. Seperti pemberontakan Andi azis di Makassar, Peristiwa APPRA di Bandung, RMS di Maluku, peristiwa DI/TII di Jabar, Jateng, Aceh dan Sulawesi Selatan serta peristiwa yang tidak kalah besar ialah peristiwa PRRI/Permesta di Sumtera dan Sulawesi. Berangkat dari kondisi diatas, dan demi untuk tetap menegakkan hukum di lingkungan militer, maka di bentuklah Peradilan Militer Khusus seperti;
a. Mahkamah Tentara Luar Biasa; Putusan mahkamah ini tidak dapat di mintakan banding
b. Mahkamah Angkatan Darat/Udara pertempuran Putusan mahkamah ini merupakan tingkat pertama dan terakhir.
d. Masa Juli 1959-11 Maret 1966

Pada Tanggal 5 Juli 1959 Presiden RI mengeluarkan dekrit yang menyatakan pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945. UU No. 5 tahun 1950 sejak dikeluarkannya dekrit tetap berlaku, tetapi perkembangan selanjutnya menyebabkan penerapannya berbeda dengan periode sebelum dekrit 5 Juli 1959. Hal ini karena makin disadari bahwa kehidupan militer memiliki corak kehidupan khusus, disiplin tentara yang hanya dapat dimengerti oleh anggota tentara itu sendiri. Karena itu dirasakan perlunya fungsi peradilan diselenggarakan oleh anggota militer.
Pada tanggal 30 Oktober 1965 di undangkan Penetapan Presiden No.22 tahun 1965, tentang perobahan dan tambahan beberapa pasal dalam UU. No. 5 tahun 1950. Perobahan-perobahan tersebut adalah mengenai pengangkatan pejabat-pejabat utama pada badan-badan peradilan militer. Dengan adanya ketentuan tentang pengangkatan tersebut, maka ketua pengadilan tentara dan pengadilan tentara tinggi, yang menurut ketentuan lama, karena jabatannya dijabat oleh oleh ketua pengadilan Negeri/ketua pengadilan tinggi, sekarang di jabat oleh pejabat dari kalangan Militer sendiri. Perubahan sama berlaku pula pada panitera.
Penyiapan tenaga ini telah dilakukan sejak tajun 1952 dengan mendirikan dan mendidik para perwira pada akademi hukum militer. Tahun 1957 angkatan I telah lulus kemudian melanjutkan ke ke Fakultas Hukum dan pengetahuan masyarakat, Universitas Indonesia. Tahun 1961 merupakan awal pelaksanaan peradilan militer diselenggarakan oleh para perwira ahli/sarjana hukum, sesuai dengan instruksi Mahkamah agung No. 229/2A/1961 bahwa mulai september 1961 hakim militer sudah harus mulai memimpin sidang pengadilan tentara. Demkian halnya dengan kejaksaan.
Dengan perkembangan tersebut diatas, dimulailah babak baru dalam penyelenggaraan Peradilan Militer. Perkembangan selanjutnya ialah anggota dari suatu angkatan diperiksa dan diadili oleh hakim jaksa dari angktan bersangkutan. Perkembangan selanjutnya yang perlu mendapat perhatian adalah di undangkannya undang-undang No. 3 PNPS tahun 1965 tentang memberlakukan Hukum Pidana Tentara, Hukum Acara Pidana Tentara dan Hukum disiplin tentara bagi angkatan Kepolisian pada tanggal 15 maret 1965. Perkembangan selanjutnya adalah lahirnya UU. No. 23 PNPS 1965 pada tanggal 30 Oktober 1965 yang menetapkan bahwa dalam tingkat pertama, tantama, bintara dan perwira polisi yang melakukan tindak pidana di adili oleh badan peradilan dalam lingkungan angkatan kepolisian. Sebelumnya diadili di badan peradilan angkatan darat dan angkatan laut untuk yang kepulauan Riau.

Dengan demikian peradilan dalam lingkungan Peradilan Militer dalam pelaksanaannya terdiri dari:
a. Peradilan Militer untuk Lingkungan Angkatan Darat
b. Peradilan Militer untuk Lingkungan Angkatan Laut
c. Peradilan Militer untuk Lingkungan Angkatan Udara
d. Peradilan Militer untuk Lingkungan Angkatan Kepolisian.
Peradilan ini terus berlangsung hingga setelah 11 maret 1966, bahkan peradilan di lingkungan angkatan kepolisian baru di mulai pada tahun 1966.
e. Masa 11 Maret 1966-1997

Pelaksanaan peradilan militer didalam lingkungan masing-masing angkatan seperti yang ada sebelumnya tetap berlaku hingga pada awal 1973. Tahun 1970 lahirlah UU No. 14 tahun 1970 menggantikan UU No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang ini mendorong proses integrasi peradilan di lingkungan militer. Baru kemudian berubah ketika dikeluarkan berturut-turut :
a. Keputusan bersama menteri kehakiman dan menteri pertahanan/Pangab pada tanggal 10 Juli 1972 No. J.S.4/10/14 – SKEB/B/498/VII/72
b. Keputusan bersama menteri kehakiman dan menteri pertahanan keamanan pada tanggal 19 maret 1973 No. KEP/B/10/III/1973 – J.S.8/18/19. Tentang perobahan nama, tempat kedudukan, daerah hukum, jurisdiksi serta kedudukan organisatoris pengadilan tentara dan kejaksaan tentara.
Barulah kemudian peradilan militer dilaksanakan secara terintegrasi. Pengadilan militer tidak lagi berada di masing-masing angkatan tetapi peradilan dilakukan oleh badan peradilan militer yang berada di bawah departemen pertahanan dan keamanan. Kemudian berdasar dari SK bersama tersebut, maka nama peradilan ketentaraan di adakan perubahan. Dengan demikian, maka kekuasaan kehakiman dalam peradilan militer dilakukan oleh:
1. Mahkamah Militer (MAHMIL)
2. Mahkamah Militer Tinggi (MAHMILTI)
3. Mahkamah Militer Agung (MAHMILGUNG).

Pada tahun 1982 dikeluarkan Undang-undang No. 20 tahun 1982 tentang ketentuan pokok pertahanan keamanan negara RI yang kemudian diubah dengan undang-undang No 1 tahun 1988. Undang -undang ini makin memperkuat dasar hukum keberadaan peradilan militer. Pada salah satu point pasalnya dikatakan bahwa angkatan bersenjata mempunyai peradilan tersendiri dan komandan-komandan mempunyai wewenang penyerahan perkara.
Hingga tahun 1997 hampir tidak ada perubahan yang signifikan dalam pelaksaanan peradilan militer di Indonesia.
f. Peradilan Militer 1997-Sekarang
Pada tahun 1997 diundangkan UU No. 31 tahun 1997 tentang peradilan militer. Undang-undang ini lahir sebagai jawaban atas perlunya pembaruan aturan peradilan militer, mengingat aturan sebelumnya dipandang tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Undang-undang ini kemudian mengatur susunan peradilan militer yang terdiri dari:
a. Pengadilan Militer (Dilmil)
b. Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti)
c. Pengadilan Militer Utama (Dilmiltama)
d. Pengadilan Militer Pertempuran. (Dilmilpur)
Dengan diundangkannya ketentuan ini, maka Undang-undang Nomor 5 tahun 1950 tentang susunan dan kekuasaan pengadilan/kejaksaan dalam lingkungan peradilan ketentaraan, sebagaimana telah diubah dengan UU. No. 22 PNPS tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku lagi. Demikian halnya dengan UU No. 6 tahun 1950 tentang Hukum Acara Pidana pada pengadilan tentara, sebagaimana telah di ubah dengan UU No 1 Drt tahun 1958 dinyatakan tidak berlaku lagi.

II.   Latar Belakang Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara
Dari sudut sejarah ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya dan pembentukan lembaga tersebut bertujuan mengkontrol secara yuridis (judicial control) tindakan pemerintahan yang dinilai melanggar ketentuan administrasi (mal administrasi) ataupun perbuatan yang bertentangan dengan hukum (abuse of power). Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam peraturan perundang-undangan yang khusus yakni, Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Tentang PTUN yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang No.9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dirasa sudah memenuhi syarat untuk menjadikan lembaga PTUN yang professional guna menjalankan fungsinya melalui kontrol yudisialnya. Namun, perlu disadari bahwa das sollen seringkali bertentangan dengan das sein, salah satu contohnya terkait dengan eksekusi putusan, Pengadilan Tata Usaha Negara bisa dikatakan belum profesional dan belum berhasil menjalankan fungsinya.
Sebelum diundangkannya UU No. 9 Tahun 2004 putusan PTUN sering tidak dipatuhi pejabat karena tidak adanya lembaga eksekutornya dan juga tidak ada sanksi hukumnya serta dukungan yang lemah dari prinsip-prinsip hukum administrasi negara yang menyebabkan inkonsistensi sistem PTUN dengan sistem peradilan lainnya, terutama dengan peradilan umum karena terbentur dengan asas dat de rechter niet op de stoel van het bestuur mag gaan zitten (hakim tidak boleh duduk di kursi pemerintah atau mencampuri urusan pemerintah) dan asas rechtmatigheid van bestuur yakni atasan tidak berhak membuat keputusan yang menjadi kewenangan bawahannya atau asas kebebasan Pejabat tak bisa dirampas. Setelah diundangkannya UU No.9 Tahun 2004 tersebut diharapkan dapat memperkuat eksistensi PTUN. Namun, dalam UU No. 9 Tahun 2004 itu pun ternyata masih saja memunculkan pesimisme dan apatisme publik karena tidak mengatur secara rinci tahapan upaya eksekusi secara paksa yang bisa dilakukan atas keputusan PTUN serta tidak adanya kejelasan prosedur dalam UU No. 9 Tahun 2004 Pasal 116 ayat (4) yakni jika pejabat tidak bersedia melaksanakan putusan maka dapat dikenakan sanksi upaya paksa membayar sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
Eksekusi Putusan PTUN juga seringkali tertunda karena adanya upaya banding, kasasi, atau peninjauan kembali (PK) sehingga memaksa majelis hakim menunda eksekusi, kalau eksekusi tidak dapat dilaksanakan, maka PTUN berwenang untuk melaporkan kepada atasan yang bersangkutan yang puncaknya dilaporkan kepada Presiden.

Sejarah Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia Pada masa Hindia Belanda, tidak dikenal Pengadilan Tata Usaha Negara atau dikenal dengan sistem administratief beroep. Hal ini terurai dalam Pasal 134 ayat (1) I.S yang berisi:
1. Perselisihan perdata diputus oleh hakim biasa menurut Undang-Undang;
2. Pemeriksaan serta penyelesaian perkara administrasi menjadi wewenang lembaga administrasi itu sendiri.

Kemudian, setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950, dikenal tiga cara penyelesaian sengketa administrasi, yaitu:
1. Diserahkan kepada Pengadilan Perdata;
2. Diserahkan kepada Badan yang dibentuk secara istimewa;
3. Dengan menentukan satu atau beberapa sengketa TUN yang penyelesaiannya diserahkan kepada Pengadilan Perdata atau Badan Khusus.

Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UUU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan antara lain Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan Hakim dalam menyelesaikan sengketa administrasi negara semakin dipertegas melalui UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dimana disebutkan bahwa kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara/sengketa administrasi berada pada Hakim/Peradilan Tata Usaha Negara, setelah ditempuh upaya administratif.
Tujuan Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara
Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa perlindungan hukum bagi rakyat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum dimana rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang defenitif, artinya perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang didasarkan kepada kebebasan bertindak, karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, tujuan pembentukan peradilan administrasi Negara (Peradilan Tata Usaha Negara) adalah:
1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak- hak individu.
2. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan pada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, perlindungan hukum akibat dikeluarkannya ketetapan (beschiking) dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu melalui banding administrasi atau upaya administrasi dan melalaui peradilan. Menurut Sjahran Basah perlindungan hukum yang diberikan merupakan qonditio sine qua non dalam menegakan hukum. Penegakan hukum merupakan qonditio sine qua non pula untuk merealisasikan fungsi hukum itu sendiri.
Fungsi hukum yang dimaksud adalah:
a) Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai dengan tujuan kehidupan bernegara;
b) Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa;
c) Stabilitatif, sebagai pemelihara dan menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
d) Perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap sikap tindak administrasi negara maupun sikap tindak warga apabila terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
e) Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi negara maupun warga apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan.

 

 

 

 

 

[huge_it_gallery_id="1"]

KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI PADA PENGADILAN MILITER I-04 PALEMBANG DAN PENGADILAN MILITER II-10 SEMARANG

Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Layanan Peradilan Di Lingkungan Peradilan Militer Tahun Anggaran 2021dilaksanakan secara bersamaan pada Pengadilan Militer I-04 Palembang dan Pengadilan Militer II-10 Semarang, kegiatan berlangsung selama 3 (tiga) hari pada tangal 21 s.d. 23 April 2021. Pelaksanaan kegiatan dibagi menjadi 2 (dua) Tim, untuk Monev Pengadilan Militer I-04 Palembang dilaksanakan oleh Kolenel Chk Anton M. Tambunan, S.H.., M.H. (Kasubdit Binminmil), Dandy Capriyanto H., S.H., M.M. (Kasubbag TU) dan Arianie Amanda (Kasi Tata Kelola), sedangkan Monev Pengadilan Militer II-10 Semarang dilaksnakan oleh Kolonel Chk (K) Jeli Rita, S.H., M.H. (Kasubdit Binganismil), Letkol Chk Datzun Riyanto, S.H. (Kasi Mutasi Panitera), Jefri Ardianto, S.T. (Kasubbag Perlengkapan), kedatangan tim monitoring dan evaluasi disambut baik oleh Kepala Pengadilan Militer. Sebelum kegiatan monev  dimulai terlebih dahulu masing-masing Ketua Tim melaksanakan pembinaan terhadap Personil Pengadilan Militer, selama 3 (tiga) hari pelaksanaan kegiatan monev dapat berjalan dengan baik dan lancar, semoga Peradilan Militer dapat mewujudkan peradilan yang Agung, Transparan dan Bermartabat.

Dokumentasi Pengadilan Militer I-04 Palembang

 

Share to Social Media

Tekan play untuk mengaktifkan fitur baca