Tidak Dapat Dibina, Dibinasakan atau Tidak Dapat Diperbaiki, Diamputasi 

Silang pendapat masyarakat tentang pola pembinaan dan pengawasan masih mewarnai berita media. Sebagian masyarakat berpendapat adanya aparatur yang ditindak merupakan bukti kegagalan, namun sebagian berpendapat sebagai bukti keberhasilan pembinaan dan pengawasan. Semakin banyaknya yang berhasil ditindak, maka jumlah aparatur yang nakal semakin habis, dan jumlah aparatur yang baik semakin banyak. Kritik generalisasi yang disampaikan masyarakat dengan istilah yang sangat santun “Perilaku Bobrok Wakil Tuhan” merupakan fenomena yang harus dihadapi, meski resisten untuk menerimanya. 

Silang pendapat tersebut masih dalam tataran yang wajar, pro dan kontra merupakan subtansi dialektika dalam mencari kebenaran. Kontradiksi tersebut semoga menjadi nutrisi spiritual untuk koreksi dan perbaiki diri. Pendapat yang saling berlawanan tersebut realistis dan sangat penting untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan itu sendiri. Perbedaan diantara keduanya terletak pada data atau fakta empiris yang mendukungnya. Kebenaran tidak boleh hanya didasarkan pada asumsi belaka, melainkan harus didasarkan pada fakta  (kebenaran korespondensi). Hasil penelitian yang tidak didukung dengan fakta sama dengan menunjukkan kebodohan. 

Meskipun demikian pendapat yang hanya mendasarkan asumsi tidak dapat disalahkan. Publik akan menilai kualitas suatu tulisan yang berbasis data yang valid atau hanya prakiraan atau prasangka belaka. Pada masa lalu berita berdasarkan prasangka, mungkin dapat diterima. Saat ini masyarakat sudah cerdas memilah dan memilih sebuah informasi realistis atau hoax belaka. Masyarakat semakin jenuh dengan hoax bahkan semakin tidak percaya jika tanpa bukti dan fakta.

Tidak Dapat Dibina, Dibinasakan atau Tidak Dapat Diperbaiki, Diamputasi

Silang pendapat masyarakat tentang pola pembinaan dan pengawasan masih mewarnai berita media. Sebagian masyarakat berpendapat adanya aparatur yang ditindak merupakan bukti kegagalan, namun sebagian berpendapat sebagai bukti keberhasilan pembinaan dan pengawasan. Semakin banyaknya yang berhasil ditindak, maka jumlah aparatur yang nakal semakin habis, dan jumlah aparatur yang baik semakin banyak. Kritik generalisasi yang disampaikan masyarakat dengan istilah yang sangat santun “Perilaku Bobrok Wakil Tuhan” merupakan fenomena yang harus dihadapi, meski resisten untuk menerimanya.

Silang pendapat tersebut masih dalam tataran yang wajar, pro dan kontra merupakan subtansi dialektika dalam mencari kebenaran. Kontradiksi tersebut semoga menjadi nutrisi spiritual untuk koreksi dan perbaiki diri. Pendapat yang saling berlawanan tersebut realistis dan sangat penting untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan itu sendiri. Perbedaan diantara keduanya terletak pada data atau fakta empiris yang mendukungnya. Kebenaran tidak boleh hanya didasarkan pada asumsi belaka, melainkan harus didasarkan pada fakta (kebenaran korespondensi). Hasil penelitian yang tidak didukung dengan fakta sama dengan menunjukkan kebodohan.

Meskipun demikian pendapat yang hanya mendasarkan asumsi tidak dapat disalahkan. Publik akan menilai kualitas suatu tulisan yang berbasis data yang valid atau hanya prakiraan atau prasangka belaka. Pada masa lalu berita berdasarkan prasangka, mungkin dapat diterima. Saat ini masyarakat sudah cerdas memilah dan memilih sebuah informasi realistis atau hoax belaka. Masyarakat semakin jenuh dengan hoax bahkan semakin tidak percaya jika tanpa bukti dan fakta.

Mahkamah Agung sepenuhnya menyadari, bahwa semakin mencapai banyak prestasiakan semakin banyak goncangan. Mahkamah Agung tetap konsekuen dan konsisten melakukan reformasi birokrasi maupun memberantas KKN di lingkungan Mahkamah Agung. Hasilnya Mahkamah Agung telah menerima berbagai prestasi dan penghargaan dari Pemerintah, antara lain memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian 5 (lima) tahun berturut-turut dan mendapat predikat juara I dalam Simak BMN 2017.

Transparansi, integritas dan akuntabilitas menjadi penentu menejerial dan kualitas kinerja. Oleh sebab itu pada era transparansi, prestasi saja tidak cukup untuk membuktikan keberhasilan, melainkan harus dipublikasinya. Dengan demikian publikasi itu sangat menentukan kualitas kejujuran itu sendiri.

Mahkamah Agung melalui Badan Pengawasan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan maupun Direktorat Jenderal Badan Peradilan telah melakukan pembinaan dan pengawasan melalui berbagai pendekatan. Masing-masing satuan kerja tersebut memiliki keunggulan tersendiri, antara lain : 

  1. Badan Pengawasan secara continue melakukan pembinaan sekaligus pengawasan dibidang penguatan integritas, kejujuran dan akuntabilitas; 
  2. Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan setiap tahun mendidik dan melatih serta meningkatkan kualitas ribuan sumber daya manusia dibidang teknis peradilan, melalui program pendidikan dan pelatihan teknis peradilan dalam upaya meningkatkan profesionalisme aparatur; 
  3. Sedangkan Direktorat Jenderal Badan Peradilan pada 4 (empat) lingkungan peradilan melakukan standarisasi kualitas pelayanan publik melalui program sertifikasi yaitu akreditasi pengadilan dan ISO serta melakukan fit and proper test khusus untuk meperoleh Calon Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan pada semua jenjang atau kelas pengadilan. Promosi dan mutasi didasarkan profile assessment psikologi, prestasi kerja maupun kebutuhan organisasi secara transparan Hal tersebut berdasarkan pada Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 48 Tahun 2017 tentang Pola Promosi dan Mutasi Hakim Pada Empat Lingkungan Peradilan.

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Nomor 7 Tahun 2016 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2016, Mahkamah Agung telah melakukan pembinaan kepada semua Hakim Agung/Hakim , Panitera/Jurusita serta staf administrasi secara berjenjang agar bisa melakukan tugasnya sesuai Visi dan Misi Mahkamah Agung. Pembinaan dilakukan secara menyeluruh baik di Mahkamah Agung maupun seluruh badan peradilan yang dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.

Berbagai pembinaan dan pengawasan sudah dilakukan secara maksimal, apabila masih ada yang melakukan penyimpangan perilaku, melakukan kejahatan maupun menyalahgunakan kewenangan dalam jabatan maka tepat Argumentasi yang diungkapkan oleh Yang Mulia Ketua Pengawasan bahwa apabila tidak dapat dibina, selayaknya dibinasakan atau yang sudah tidak dapat diperbaiki terpaksa harus diamputasi.

Ditulis Oleh Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Republik Indonesia 

Artikel ini dikutip dari Situs Resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia 

(@x_cisadane)

Tekan play untuk mengaktifkan fitur baca