Penelaahan Berkas Perkara Kasasi, PK, Grasi Militer

Penelaahan Berkas Perkara Kasasi, PK, Grasi Militer

 

KEPUTUSAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : MA/SEK/07/SK/III/2006

Bagian Keenam

 

DIREKTORAT PRANATA DAN TATA LAKSANA PERKARA PIDANA MILITER

 

Pasal 227

Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer dan Tata Usaha Militer.

 

Pasal 228

Dalam melaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer menyelenggarakan fungsi :

1. Pelaksanaan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal berkas perkara kasasi, tata usaha militer dan tahanan pidana militer.
2. Pelaksanaan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal berkas perkara Peninjauan Kembali dan Grasi Pidana Militer.
3. Pelaksanaan urusan tata usaha.

 

Pasal 229

Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer terdiri dari :

1. Sub Direktorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer;
2. Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Grasi Pidana Militer;
3. Sub Bagian Tata Usaha;
4. Kelompok Jabatan Fungsional.

 

Pasal 230

Sub Direktorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal dan pengiriman berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

 

Pasal 231

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 230, Sub Direktorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer mempunyai fungsi :

1. Pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara kasasi dan tata usaha militer;
2. Pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara Tahanan Pidana Militer;
3. Pelaksanaan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penetapan tahanan, penyusunan laporan berkas perkara dan pembuatan konsep surat kepda Pengadilan Pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara kasasi, tata usaha militer dan tahanan pidana militer yang kurang lengkap serta mengirimkan berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

 

Pasal 232

Sub Direktorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer terdiri dari :

1. Seksi Penelaahan Berkas Perkara Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer;
2. Seksi Penelaahan Berkas Perkara Tahanan;
3. Seksi Administrasi Berkas Perkara Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer.

 

Pasal 233

(1)    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Kasasi dan Tata Usaha Militer mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara kasasi dan tata usaha militer.

(2)    Seksi Penelaahan Berkas Perkara Tahanan mempunyai Tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara tahanan pidana militer.

(3)    Seksi Administrasi Berkas Perkara Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penetapan penahanan, penyusunan laporan berkas perkara dan pembuatan konsep surat kepada Pengadilan Pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara kasasi, tata usaha militer dan tahanan pidana militer yang kurang lengkap serta mengirimkan berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

 

Pasal 234

Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Grasi Pidana Militer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penelaahan perangkat kelengkapan formal berkas perkara peninjauan kembali dan grasi pidana militer serta pengiriman berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

 

Pasal 235

Dalam melaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 234, sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Grasi Pidana Militer mempunyai fungsi :

1. Pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara peninjauan kembali pidana militer;
2. Pelaksanaan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara grasi pidana militer;
3. Pelaksanaan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penyusunan laporan berkas perkara, penyiapan pembuatan konsep surat kepada Pengadila Pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal berkas perkara peninjauan kembali dan grasi pidana militer yang kurang lengkap ke Kepaniteraan.

 

Pasal 236

Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Grasi Pidana Militer terdiri dari :

1. Seksi Peninjauan Kembali;
2. Seksi Grasi;
3. Seksi Administrasi Berkas Perkara Peninjauan Kembali dan Grasi.

 

Pasal 237

(1)    Seksi Peninjauan Kembali mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara peninjauan kembali.

(2)    Seksi Grasi penyiapan bahan penelaahan kelengkapan berkas perkara grasi.

(3)    Seksi Administrasi Berkas Perkara Peninjauan Kembali dan Grasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penerimaan, pengagendaan, penyusunan laporan berkas perkara dan penyiapan bahan konsep surat kepada Pengadilan Pengaju untuk memenuhi kelengkapan formal Berkas perkara Peninjauan Kembali dan Grasi yang kurang lengkap serta mengirimkan berkas yang telah lengkap ke Kepaniteraan.

 

Pasal 238

(1)    Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer.
(2)    Sub Bagian Tata Usaha dalam melaksanakan tugasnya secara operasional bertanggungjawab kepada Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer, secara Administrative bertanggung jawab kepada kepala Sub Direktorat Kasasi Pidana dan Tata Usaha Militer.

 

TEHNIS ADMINISTRASI KASASI, PENINJAUAN KEMBALI DAN GRASI PERKARA PIDANA MILITER.

A. Pencatatan dan Penelitian Perkara yang dimintakan Kasasi

  1. Permohonan kasasi dapat diajukan oleh Terdakwa atau kuasa hukumnya yang diberi kuasa khusus untuk itu maupun oleh Oditur kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus perkaranya pada Tingkat Pertama atau Tingkat Pertama dan Terakhir. Permohonan tersebut diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan yang dimintakan Kasasi itu diberitahukan/diucapkan.
  2. Panitera setelah menerima permohonan Kasasi perkara yang ditandatangani oleh Panitera dan Pemohon Kasasi (Formulir Model : 30a dan 30b). Akta tersebut diteruskan ke Urminradang untuk dicatat dalam register perkara oleh pemegang buku register dan selanjutnya dilekatkan pada berkas perkara
  3. Panitera wajib memberitahukan adanya permohonan Kasasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya (Formulir Model : 30a dan 30b)
  4. Apabila tengggang waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan banding diberitahukan, Terdakwa atau Oditur tidak mengajukan permohonan Kasasi, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan banding dan Panitera wajib membuat Akta Putusan Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap (Formulir Model ; 17a). Apabila Terdakwa atau Oditur sesudah itu mengajukan permohonan kasasi, Panitera membuat Akta Terlambat Mengajukan Permohonan Kasasi (Formuiir Model : 37a dan 37b). Akta tersebut dicatat dalam buku register.
  5. Pemohon Kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan-alasannya dan memori kasasi tersebut harus sudah diserahkan kepada Panitera yang bersangkutan dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari berikutnya sesudah mengajukan permohonan kasasi.
  6. Apabila pemohon kasasi adalah Terdakwa yang kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan apakah alasan Pemohon mengajukan kasasi. Selanjutnya Panitera menuangkan alasan-alasan tersebut dalam memori kasasi.
  7. Panitera wajib membuat Akta Penerimaan Memori Kasasi yang ditandatangani oleh Panitera dan Pemohon (Formulir Model : 34a dan 34b).
  8. Jika memori kasasi diserahkan oleh Pemohon setelah lewat tenggang waktu yang ditentukan, Panitera membuat Akta Terlambat Menyerahkan Memori Kasasi dan dilekatkan dalam berkas perkara (Formulir Model : 39).
  9. Panitera wajib menyampaikan salinan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah diterimanya salinan memori kasasi. Selanjutnya Panitera wajib menyampaikan salinan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi.
  10. Panitera wajib membuat Akta Penerimaan Kontra Memori Kasasi yang ditanda tangani oleh Panitera dan yang mengajukan kontra memori kasasi (Formulir Model : 35a dan 35b).
  11. Dalam hal pemohon kasasi tidak menyerahkan memori kasasi, Panitera harus membuat Akta Tidak Mengajukan Memori Kasasi (Formulir Model : 38).
  12. Terhadap perkara yag diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda, atau pemohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, Kepala Pengadailan Tingkat Pertama membuat Penetapan sebagai keterangan bahwa permohonan kasasi tidak dapat diterima (formulir Model ; 38a). Selanjutnya Panitera mengirimkan penetapan tersebut kepada Kertua Mahkamah Agung, Oditur dan Terdakwa. Berkas perkara tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung (perhatikan Pasal 45A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2005).
  13. Setelah Pengadilan Tingkat Pertama dan Terakhir menerima permohonan kasasi dan memori kasasi, Panitera Pengadilan yang bersangkutan wajib segera mengirimkan berkas perkara kepada Ketua Mahkamah Agung paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tenggang waktu penyerahan memori kasasi. Surat pengantar dari pengadilan tersebut dengan tembusan kepada Dirjen Badilmiltun dan Kadilmiltama.
  14. Apabila dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah pengajuan permohonan kasasi, salah satu pihak menyerahkan tambahan memori kasasi atau tambahan kontra memori kasasi, Panitera Pengadilan yang bersangkutan wajib membuat Akta Penerimaan Tambahan Memori atau Akta Penerimaan Tambahan Kontra Memori Kasasi (Formulir Model : 34a atau 34b dan 35a atau 35b dengan penyesuaian seperlunya) dan selanjutnya mengirimkan secara tersendiri kepada Ketua Mahkamah Agung.
  15. Dalam hal permohonan kasasi diajukan oleh Terdakwa yang berada dalam tahanan. Panitera segera membuat laporan kasasi kepada Ketua Mahkamah Agung untuk menentukan status penahanan Terdakwa dengan meperhatikan SEMA Nomor 3 Tahun 1987.
  16. Selama perkara Kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan Kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut tidak boleh diajukan permohonan Kasasi lagi. Apabila pencabutan permohonan Kasasi dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak perlu dikirim ke Mahkamah Agung.
  17. Atas pencabutan tersebut Panitera membuat Akta Pencabutan Permohonan Kasasi yang ditandatangani oleh Panitera dan Pemohon Kasasi (Formulir Model : 32a dan 32b). Akta tersebut dikirim ke Mahkamah Agung dengan tembusan kepada Pengadilan Tingkat Banding.
  18. Pencabutan permohonan kasasi harus diberitahukan kepada pihak lainnya, untuk itu Panitera membuat Akta Pemberitahuan Pencabutan Permohonan Kasasi (Formulir Model : 33a dan 33b).
  19. Dalam hal perkara telah diputus oleh Mahkamah Agung maka berdasarkan salinan putusan Panitera membuat surat panggilan untuk memberitahukan Isi putusan kepada Oditur dan Terdakwa. Setelah Isi putusan diberitahukan, Panitera membuat Akta Pemberitahuan Isi Putusan Kasasi (Formulir Model : 29a dan 29b).
  20. Dalam hal Terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau sudah tidak bestatus militer dan tidak diketahui tempat tinggalnya, atau bertempat tinggal diluar negeri, Panitera memberitahukan putusan melalui Kepala Desa atau Pejabat atau melalui Perwakilan Republik Indonesia ditempat Terdakwa biasa bertempat tinggal.
  21. Dalam hal upaya diatas belum berhasil, Panitera memanggil dan memberitahukan putusan melalui 2 (dua) buah surat kabar yang terbit di daerah hukum Pengadilan Tingkat Pertama atau daerah hukum yang berdekatan (Formulir Model : 18c).
  22. Dalam hal upaya pengumuman pertama belum berhasil, Panitera memanggil dan memberitahukan putusan untuk kedua kali melalui 2 (dua) buah surat kabar setelah 14 (empat belas) hari pengumuman yang pertama dengan menyatakan bahwa putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap pada pengumuman dimuat (Formulir Model : 18c).
  23. Salinan putusan Kasasi diberikan kepada Perwira Penyerah Perkara, Oditur, Polisi Militer dan Ankum, sedangkan kepada Terdakwa atau Penasehat hukummnya diberikan atas permintaan.
  24. Pemegang buku register mencatat dengan cermat dalam register terkait, semua kegiatan perkara yang berkenaan dengan perkara Kasasi, dan pelaksanaan putusan ke dalam buku register induk yang bersangkutan.

B. Pencatatan dan Penelitian Perkara yang dimintakan Kasasi Demi Kepentingan Hukum.

  1. Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain Mahkamah Agung dapat diajukan satu kali permohohan Kasasi demi kepentingan hukum oleh Oditur Jenderal (Orjen).
  2. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum diajukan secara tertulis oleh Orjen kepada Mahkamah Agung melalui Panitera Pengadilan yang memutus perkara pada Tingkat Pertama atau Tingkat Pertama dan Terakhir, disertai risalah yang memuat alasan permintaan, Panitera membuat Akta Penerimaan Risalah Kasasi Demi Kepentingan Hukum (Formulir Model : 36).
  3. Salinan risalah sebagaimana dimaksud di atas, oleh Panitera segera disampaikan kepada pihak yang berkepentingan untuk diketahui.
  4. Kepala Pengadilan segera meneruskan permintaan dimaksud kepada Mahkamah Agung.
  5. Dalam hal perkara telah diputus oleh Mahkamah Agung maka berdasarkan salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum, Panitera membuat surat panggilan untuk memberitahukan isi putusan kepada Orjen dan Terdakwa, selanjutnya setelah isi putusan diberitahukan, Panitera membuat Akta Pemberitahuan Isi Putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum (Formulir Model : 29a dan 29b dengan penyesuaian seperlunya).
  6. Dalam hal Terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Tingkat Pertama lain, Panitera meminta bantuan kepada Panitera Pengadilan tersebut untuk memberitahukan isi putusan kasasi demi kepentingan hukum kepada Terdakwa, Panitera yang melaksanakan pemberitahuan putusan membuat Akta Pemberitahuan Isi Putusan Demi Kepentingan Hukum.

C. Pencatatan dan Penelitian Perkara yang dimintakan Peninjauan Kembali.

  1. Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dapat diajukan permintaan Peninjauan Kembali oleh Terpidana atau Ahli warisnya kepada Mahkamah Agung.
  2. Terhadap putusan Pengadilan yang menyatakan dakwaan terbukti tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Oditur dapat mengajukan permintaan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.
  3. Panitera Pengadilan yang memutus perkara pada Tingkat Pertama atau Tingkat Terakhir, setelah menerima permohonan Peninjauan Kembali wajib membuat Akta Permohonan Peninjauan Kembali yang ditandatangani oleh Panitera dan Pemohon (Formulir Model ; 40). Akta tersebut diteruskan ke Urminradang untuk dicatat oleh pemegang buku register dalam register perkara dan selanjutnya dilekatkan pada berkas perkara.
  4. Apabila pemohon Peninjauan Kembali adalah Terpidana yang kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan apakah alasan pemohon mengajukan Peninjauan Kembali. Selanjutnya Panitera menuangkan alasan-alasan tersebut dalam surat permintaan Peninjauan Kembali.
  5. Setelah menerima berkas permintan Peninjauan Kembali, Panitera segera menyerahkan kepada Kaurminradang untuk dicatat oleh Pemegang Buku Register. Kemudian Panitera menyampaikan kepada Kepala Pengadilan setelah dilengkapi dengan Formulir Penetapan Penunjukan Majelis Hakim (Tapkim) dan Formulir Penetapan Hari Sidang (Tapsid).
  6. Kepala Pengadilan menunjuk Hakim/Majelis Hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan Peninjauan Kembali untuk memeriksa apakah permintaan Peninjauan Kembali memenuhi alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 (Formulir Model : 41).
  7. Sebelum Hakim/Hakim Ketua menetapkan hari sidang, Panitera menyusun rencana sidang dengan memperhatikan tempat tinggal/domisili/satuan Pemohon.
  8. Hakim/Majelis Hakim yang telah ditunjuk segera memperlajari berkas perkara, selanjutnya menetapkan hari sidang (Formulir Model : 41a).
  9. Panitera memanggil Terpidana dan Oditur untuk hadir dalam sidang guna menyampaikan pendapatnya.
  10. Atas pemeriksaan tersebut dibuat Berita Acara Pemeriksaan (Formulir Model : 42a) yang ditandatangani oleh Hakim/Majelis Hakim, Oditur, Panitera danTerpidana.
  11. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan itu dibuat Berita Acara Pendapat yang ditandatangani oleh Hakim/Majelis Hakim dan Panitera (Formulir Model : 42b).
  12. Kepala Pengadilan, segera mengirimkan permintaan Peninjauan Kembali yang dilampiri berkas perkara semula. Berita Acara Pemeriksaan dan Berita Acara Pendapat, kepada Mahkamah Agung yang tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada Terpidana dan Oditur.
  13. Dalam hal suatu perkara dimintakan Peninjauan Kembali adalah putusan banding, maka tembusan Surat pengantarnya dilampiri Salinan Berita Acara Pemeriksaan dan Salinan Berita Acara Pendapat selanjutnya disampaikan kepada Pengadilan Tingkat banding yang bersangkutan.
  14. Permintaan Peninjauan Kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan.
  15. Permintaan Peninjauan Kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali.
  16. Pemegang Buku register mencatat dengan cermat dalam register terkait semua kegiatan yang berkenaan dengan perkara Peninjauan Kembali, dan pelaksanaan putusan ke dalam buku register induk yang bersangkutan.

D. Pencatatan dan Penelitian Perkara yang dimintakan Grasi.

1. Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan Grasi kepada Presiden secara tertulis oleh :

a. Terpidana dan atau Kuasa Hukumnya.
b. Keluarga Terpidana dengan persetujuan Terpidana.
c. Keluarga Terpidana tanpa persetujuan Terpidana, dalam hal pidana yang dijatuhkan adalah pidana mati.

2. Putusan Pidana yang dapat dimohonkan Grasi adalah :

a. Pidana mati.
b. Pidana seumur hidup.
c. Pidana penjara paling rendah 2 (dua) tahun.

3. Permohonan Grasi dapat diajukan 1 (satu) kali, kecuali dalam hal :

a. Terpidana pernah ditolak permohonan Grasinya dan telah lewat 2 (dua) tahun sejak tanggal penolakan.
b. Terpidana yang pernah diberi Grasi dari pidana mati menjadi pidana seumur hidup dan telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal keputusan pemberian Grasi diterima.

4. Permohonan Grasi tidak dibatasi oleh tenggang waktu.
5. Permohonan Grasi diajukan kepada Presiden dan salinannya disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat Pertama atau Tingkat Pertama dan Terakhir untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung.

Dalam hal permohonan Grasi diajukan oleh Terpidana yang sedang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan maka permohonan dan salinannya disampaikan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan permohonan Grasi tersebut kepada Presiden, dan salinannya dikirim kepada pengadilan yang memutus perkara pada Tingkat Pertama atau Tingkat Pertama dan terakhir paling lambat 7 (tujuh) hari dihitung sejak diterimanya permohonan Grasi dan salinannya.

Panitera wajib membuat Akta Penerimaan Salinan Permohonan Grasi (Formulir Model : 45), selanjutnya berkas perkara beserta salinan permohonan Grasi diteruskan kepada Mahkamah Agung. Apabila permohonan Grasi tidak memenuhi persyaratan, maka Panitera membuat Akta Penolakan Permohonan Grasi (formulir Model : 46) yang dicatat dalam buku register induk namun berkas tidak dilanjutkan.

Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan Grasi, Pengadilan Tingkat Pertama mengirimkan Salinan permohonan tersebut dan berkas perkara Terpidana kepada Mahkamah Agung.

Berkas perkara tersebut terdiri dari :

  1. Surat pengantar.
  2. Daftar isi berkas perkara.
  3. Akta BHT (Berkekuatan Hukum Tetap).
  4. Salinan Permohonan Grasi dari Terpidana dan Akta penerimaan salinan permohonan Grasi.
  5. Surat kuasa dari Terpidana untuk kuasanya atau surat persetujuan untuk keluarga dari Terpidana (jika ada).
  6. Petikan putusan (Asli).
  7. Putusan Pengadilan Tingkat Pertama atau Tingkat Pertama dan Terakhir.
  8. Berita Acara Sidang.
  9. Putusan Pengadilan Tingkat Banding (jika ada).
  10. Putusan Mahkamah Agung dalam Tingkat Kasasi (jika ada).
  11. Surat dakwaan.
  12. Eksepsi dan putusan Sela (jika ada).
  13. Surat Tuntutan.
  14. Pembelaan, Replik, Duplik (jika ada).
  15. Surat Keputusan Penyerahan Perkara dari Papera.
  16. Surat Penetapan Penunjukan Hakim.
  17. Surat Penetapan Hari Sidang.
  18. Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan.
  19. Surat-surat lain yang berhubungan dengan berkas perkara.

Salinan keputusan Presiden yang diterima oleh Pengadilan yang memutus perkara pada Tingkat Pertama atau Tingkat Pertama dan Terakhir dicatat oleh Pemegang buku register dalam register induk perkara dan diberitahukan oleh Panitera Kepada Terpidana dengan membuat Akta Pemberitahuan Keputusan Grasi (Formulir Model : 47a dan 47b).

 

PEMBERKASAN PERKARA

Dalam hal putusan sudah diucapkan, Panitera wajib membuat salinan putusan dan salinan putusan tersebut dibundel dengan surat-surat lain yang disebut Bundel A.

A. Bundel A

1. Bundel A perkara pidana terdiri dari :

a. Berkas pemeriksaan pendahuluan serta berkas penyidikan tambahan yang antara lain terdiri dari :

1)      Berita Acara Pemeriksaan.

2)      Daftar barang bukti.

3)      Surat-surat lain yang terlampir sebagai barang bukti, misalnya : visum et repertum dan surat lainnya.

b. Berita Acara Pendapat Oditur.
c. Berita Acara Pendapat Bersama Jaksa dan Oditur (khusus untuk perkara koneksitas).
d. Surat Pendapat Hakim Kepada Oditurat.
e. Surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skeppera).
f. Surat Dakwaan Oditur.
g. Surat Pelimpahan Perkara.
h. Tapkim.
i. Tapsid.
j. Panggilan berikut Relaas.
k. Eksepsi dari Penasehat Hukum.
l. Tanggapan atas eksepsi.
m. Putusan Sela.
n. Surat Permohonan Penggabungan Gugatan Ganti Rugi.
o. Penetapan Hakim Ketua tentang Penggabungan Gugatan Ganti Rugi.
p. Tuntutan (requisitor).
q. Pembelaan (Pledooi).
r. Tanggapan atas pembelaan (duplik).
s. Sanggahan atas tanggapan atas pembelaan (Duplik).
t. Putusan.
u. Petikan Putusan.
v. Berita Acara Sidang.
w. Surat-surat lainnya (jika ada).

2. Bundel A perkara Pelanggaran Lalu Lintas terdiri dari :

a. Balanglalin.
b. Laporan Polisi.
c. Surat Dakwaan dan Tuntutan Oditur.

Bundel A disimpan di pengadilan dan menjadi arsip Kepaniteraan c.q. Urusan Dokumentasi dan Perpustakaan (Urdokpustak).

B. Dalam hal ada upaya hukum Kasasi, Panitera harus menyiapkan bundel B guna dikirimkan ke Mahkamah Agung.

1. Bundel B terdiri dari :

a. Surat Kuasa Khusus kepada Penasehat Hukum untuk mengajukan Kasasi (jika ada).
b. Akta Pemberitahuan putusan banding.
c. Akta permohonan Kasasi.
d. Akta pemberitahuan permohonan Kasasi.
e. Memori Kasasi.
f. Akta Penerimaan memori Kasasi.
g. Akta tidak mengajukan memori Kasasi.
h. Akta pemberitahuan/Penyerahan Memori Kasasi.
i. Kontra Memori Kasasi.
j. Akta pemberitahuan/Penyerahan Kontra Memori Kasasi.
k. Surat Pemberitahuan mempelajari berkas perkara.
l. Salinan Putusan Tingkat Pertama.
m. Salinan Putusan Tingkat Banding (jika ada).
n. Surat-surat lainnya.

(Bundel B tersebut disimpan dan menjadi arsip Mahkamah Agung)

2. Bundel B dalam permohonan kasasi demi kepentingan hukum terdiri dari :

a. Surat pengantar dan daftar isi.
b. Akta permohonan kasasi.
c. Akta penyerahan memori kasasi.
d. Salinan Putusan Tingkat Banding (jika ada).
e. Salinan Putusan Sela dan BAS Putusan Sela (jika ada).
f. Salinan Putusan Tingkat Pertama.
g. Surat-surat lainnya.


3. Dalam hal ada upaya hukum Peninjauan kembali, Panitera harus menyiapkan Bundel B untuk dikirim ke Mahkamah Agung. Bundel B Peninjauan Kembali (PK) terdiri dari :

a. Akta Permohonan Peninjauan Kembali.
b. Surat permohonan Peninjauan Kembali.
c. Salinan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama.
d. Salinan Putusan Pengadilan Tingkat Banding (jika ada).
e. Salinan Putusan Tingkat Kasasi.
f. Surat-surat lainnya .

*) Pedoman Pratalakra Pidmil

Share to Social Media

Tekan play untuk mengaktifkan fitur baca